Rabu, 23 Oktober 2013

Pengantar Rekayasa dan Desain IV [Kisah Sukses]

Desiana Dien Nurchalifah [16513242]
Nur Adhianti [16513278]
Intan Anisa Rossain [16513290]
Noor Azizah Rahmafani [16513128]
=======================================================================


KISAH SUKSES
Indra Noviansyah – salah satu contoh sukses pengusaha muda yang konsen pada pengolahan sampah. Pengusaha asal Pontianak ini mengawali usaha pengelolaan sampah di Jakarta. Indra melakukan pengolahan sampah dengan menggunakan plastic crusher (penggiling sampah) yang ditempatkan di sejumlah lokasi. Proses ini difokuskan pada sampah plastik, yakni mulai bekas botol air mineral, tutup botol, hingga gelas air mineral. Sebelum proses penggilingan, sampah dipilah terlebih dahulu berdasarkan jenis dan warnanya. Hasil penggilingan nantinya dijemur dan dimasukkan dalam karung.
Karena Pontianak belum memiliki pelabuhan internasional, maka hasil olahan sampah yang akan dikirimkan ke sejumlah negara (salah satunya China) terlebih dulu dibawa ke Jakarta dengan berat minimal 10 ton agar tidak mengalami kerugian shipping. Setelah dikurangi biaya pembelian, penyortiran, penggilingan, dan biaya pengiriman, dari 10 ton keuntungan yang didapatkan bisa mencapai ratusan juta rupiah. Harga penjualan di luar negeri lebih mahal dibandingkan dengan di Indonesia.
            Dalam sehari, sampah yang bisa dikumpulkan paling banyak dapat mencapai 1 ton sampah. Alternatif lain untuk mendapatkan sampah yakni dengan menggunakan konsep bank sampah. Caranya, dengan membeli sampah yang telah terkumpul di tong sampah khusus bahan plastik yang ditempatkan di sejumlah gang-gang pemukiman di Pontianak .  Atau dengan cara merangkul para siswa. Yakni, dengan menempatkan tong sampah di sekolah-sekolah. Para siswa ini dikoordinir pengurus OSIS  untuk mengumpulkan sampah-sampah plastik.
Menurut Indra, pengolahan sampah ini selain berdampak positif pada kebersihan lingkungan juga akan mendapatkan keuntungan secara ekonomi.

Belajar dari Negara Maju
Belanda
Setiap rumah tangga di Belanda memiliki tempat sampah yang diberi nama KLIKO, yang terdiri dari tiga tempat sampah. Kliko hitam untuk sampah basah, hijau untuk sampah dari taman (seperti sisa-sisa tanaman, ranting pohon, maupun tanah), sementara biru untuk sampah berupa kertas dan karton. Setiap rumah tangga harus patuh pada peraturan ini. Bila tidak, pada saat tertentu bisa diadakan kontrol oleh Polisi Lingkungan yang mendatangi rumah yang melanggar, dan diberi denda bila perlu.
Pengambilan sampah oleh truk sampah dilakukan bergilir tiap minggu, bila minggu ini kliko hitam, maka minggu depannya kliko hijau, minggu depannya lagi kliko biru, begitu seterusnya. Semalam sebelumnya, kliko-kliko tersebut dibawa oleh setiap rumah tangga yang memiliki sampah di tempat penampungan khusus.



Gambar kliko.  Sumber http://2.bp.blogspot.com
Truk sampah didesain khusus untuk kliko tersebut, dimana tukang sampah tak menyentuh sampah, dan sampah tidak berceceran di jalanan. Pembakaran sampah akan terkena denda yang cukup besar.
Setelah semua sampah terkumpul, maka Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tidak di tanah lapang, tapi di pabrik sampah. Sampah-sampah tersebut didaur ulang dan dimanfaatkan untuk kepentingan lain.
Baju-baju bekas dikirim ke yayasan atau negara yang mengalami bencana alam.
Tanggung jawab kebersihan kota ditangani penuh oleh Dinas Lingkungan Kota dengan mobil penyapu jalan.
Semua got berada di bawah tanah sehingga semua limbah buangan rumah tangga langsung dialirkan lewat got-got bawah tanah tersebut.
Di kota-kota besar yang memiliki kanal seperti Amsterdam, Den Haag, dan Utrecht, kanal-kanal tersebut dijaga kebersihannya dengan alat-alat keruk khusus.
Teknologi Maju (Hi-Tech) di Bidang Persampahan
Tempat sampah yang berada di pusat kota dibuat sedemikian rupa sehingga bila tempat sampah sudah penuh, maka sampah-sampah akan jatuh ke lubang yang kemudian dialirkan lewat pipa bawah tanah. Dengan alat automatis  (mungkin semacam rel berjalan) yang menggerakkan sampah dengan kecepatan 60 km perjam sampai ke tempat pembuangan akhir. Sistem ini sudah diterapkan di Kota Almere, Provinsi Flevoland.

Gambar diambil dari quavac.com

Jepang
Di Jepang, setiap rumah membuang sampah wajib berlangganan ke perusahaan pengelola sampah kota. Apabila tidak berlangganan, tidak bisa membuang sampah.
Sampah yang dibuang di Jepang harus dikemas oleh kantong plastik khusus dari kota.
Sampah yang diberikan harus dipisah. Kalau tidak dipisah, sampahnya akan dikembalikan ke rumah pemiliknya. Tukang sampah memeriksa isi plastik sampah. Kalau tidak dipisah, sampah akan ditinggal atau dikembalikan ke pemiliknya karena bukan tugas mereka untuk memisahkan sampah.
Pemisahan sampah tidak hanya dua kategori, organik-anorganik tetapi bisa lima sampai enam. Sampah terbakar, sampah tidak terbakar, sampah dapur, sampah daur ulang seperti sampah kertas, sampah kaleng, sampah kaca, sampah botol, dan sampah elektronik. Pemisahan tergantung peraturan masing-masing daerah.
Rahasia sukses : pertama, tingginya kesadaran masyarakat akan masalah sampah seperti program daur ulang dan betapa pentingnya pengelolaan sampah.  Kedua, membangun rasa malu di tengah masyarakat sehingga selalu membuang sampah pada tempatnya. Ketiga, memberikan program edukasi yang massif dan agresif dilakukan sejak dini melakukan pengajaran dan memberikan pelatihan cara membuang sampah sesuai dengan jenisnya.



Program Daur Ulang Sukses, Swedia Terpaksa Impor Sampah
Kebijakan pemerintah dan budaya masyarakat yang mengerti arti kebersihan dan energi, membuat Swedia menjadi negara maju dalam pengelolaan sampah. Dalam data statistik Eurostat, rata-rata jumlah sampah yang menjadi limbah di negara-negara Eropa adalah 38 persen. Swedia berhasil menekan angka itu menjadi hanya satu persen.
Pengelolaan sampah di Swedia selalu mengedepankan bahwa sampah merupakan salah satu resources yang dapat digunakan sebagai sumber energi. dasar pengelolaan sampah diletakkan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan penanganan sampah itu didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang sudah sangat tinggi. Landasan kebijakan Swedia, senyawa beracun yang terkandung dalam sampah harus dikurangi sejak pada tingkat produksi. Minimasi jumlah sampah dan daur ulang ditingkatkan. Pembuangan sampah yang masih memiliki nilai energi dikurangi secara signifikan.

Sehingga, kebijaksanaan pengelolaan sampah swedia antara lain meliputi: Pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA harus berkurang sampai dengan 70 % pada tahun 2015. Sampah yang dapat dibakar (combustible waste) tidak boleh dibuang ke TPA sejak tahun 2002. Sampah organik tidak boleh dibuang ke TPA lagi pada tahun 2005. Tahun 2008 pengelolaan lokasi landfill harus harus sesuai dengan ketentuan standar lingkungan. Pengembangan teknologi tinggi pengolahan sampah untuk sumber energi ditingkatkan.

Kebijakan dari pemerintah yang didukung kesadaran dan budaya masyarakatnya adalah kunci sukses dari project ini. Gagasan pemerintah yang terbilang matang diikuti eksekusi yang berjalan baik. Pemerintah merangsang pengumpulan sampah dengan memberikan insentif sebagai biaya pengumpulan sampah. Masyarakat juga rajin memisahkan sampahnya dan tidak menimbunnya di rumah karena pemerintah memberikan akses yang sangat mudah ke stasiun/tempat pengumpulan sampah. Selain itu pemerintah juga melakukan berbagai kampanye untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat.
Pemerintah Swedia juga menetapkan beberapa kebijakan yang berkaitan dengan masalah sampah pada para produsen. Produsen harus bertanggung jawab penuh terhadap sampah yang dihasilkannya, terutama perusahaan pengemasan, koran atau percetakan, produsen ban, mobil, alat-alat listrik dan elektronik. Para produsen ini selain hanya menghasilkan barang juga perlu memikirkan bagaimana caranya mengolah sampah yang dihasilkan dari sisa produknya dan diusahakan sebisa mungkin untuk menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan.
Selain itu, kebijakan yang lain adalah menentukan tarif pajak yang tinggi pada TPA (landfill tax). Hal ini bertujuan agar pembuangan sampah di TPA dapat berkurang, karena sampah yang bertumpuk di suatu area atau lahan tertentu, dapat mengurangi kualitas tanah, air dan udara di daerah tersebut.
Swedia, negara terbesar ke-56 di dunia, dikenal memiliki manajemen sampah yang baik. Mayoritas sampah rumah tangga di negara Skandinavia itu bisa didaur ulang atau digunakan kembali. Satu-satunya dampak negatif dari kebijakan ini adalah Swedia kini kekurangan sampah untuk dijadikan bahan bakar pembangkit energinya. Karena itulah Swedia mengimpor sampah dari negara-negara tetangga untuk diolah dan dimanfaatkan.
Sekitar 800 ribu ton sampah diimpor oleh Swedia dari Norwegia per tahun. Meskipun Swedia mengimpor sampah dari Norwegia, namun dalam hal ini Swedia tidak harus membayar sejumlah uang untuk mendapatkan sampah dari Norwegia. Justru sebaliknya, Norwegia harus membayar sejumlah uang untuk Swedia karena telah membantu Norwegia menanganani masalah sampah di negaranya.

PLTSa : Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
 
Tidak semua jenis sampah diimpor dari Norwegia. Sampah beracun, sampah berbahaya, abu dari proses kremasi serta sampah yang mengandung dioksin tidak masuk dalam daftar impor sampah. Sampah-sampah lain yang masih dapat diolah, diubah menjadi energi dengan metode WtE (Waste to Energy). Teknologi WtE mampu mengolah dua juta ton sampah menjadi energi panas yang di alirkan kepada 810 ribu rumah penduduk dan energi listrik ke 250 rumah penduduk.
Selain Norwegia, Swedia menargetkan mengimpor sampah dari Bulgaria, Rumania, dan Italia. Selain membantu Swedia dalam menyediakan sumber energi, impor sampah ini juga menjadi solusi pengelolaan sampah bagi negara-negara pengekspornya.
Kesuksesan Swedia dalam mengolah sampah tidak lepas dari peran masyarakatnya. Masyarakat Swedia gemar memilah sampah , bahkan untuk jenis sampah padat, mereka harus memilahnya kedalam 14 jenis wadah yang berbeda. Sampah-sampah tersebut di pisahkan menjadi 14 jenis karena masing-masing sampah membutuhkan penanganan dan pengolahan yang berbeda. Sampah makanan bisa di olah menjadi kompos ,kertas bisa didaur ulang, baterai bisa di olah menjadi 7 bahan kimia yang berbeda . 




Pemilihan sampah di Swedia tergolong cukup rumit. Sampah di negara ini dikelompokkan menjadi 14 jenis, yaitu: kardus, koran, kertas perkantoran, plastik, makanan, metal, kantong belanja, botol kaca, tiga jenis bohlam di tiga tempat terpisah, alat elektronik, dan baterai. Sampah-sampah tersebut terpisah menjadi banyak jenis karena tiap sampah membutuhkan proses pegolahan yang berbeda dan menghasilkan output yang berbeda pula. Sebagai contoh: Baterai bisa diolah menjadi tujuh bahan kimia yang berbeda melalui serangkaian proses, sedangkan sampah rumah tangga yang bersifat organik, 100% akan diolah menjadi pupuk dan diberikan kepada petani. 

Sumber:
Swedia :
Belanda dan Jepang :



PS: terjadi error pada blog lama; tugas sebelumnya pada http://ever1995.wix.com/dianne95/apps/blog